Rabu, 25 November 2009

Idul Adha

Idul Adha adalah simbol pengorbanan dengan penuh keikhlasan...walau mengorbankan yang paling dicintai sekalipun....seperti halnya yang dilakukan inspirator pengorbanan nabiyullah Ibrahim as.
ya allah anugrahkanlah kepada hambbamu ini hati yang dibekahi keihklasan hanya kepada-MU...sebagaimana Engkau anugrahkan kepada orang2 yang engkau cintai...

Kamis, 04 Juni 2009

KEPADA SEORANG KAWAN

Imam al-Qurthubi menyebut bahwa syarî’ah artinya adalah agama (ad-din) yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan.[4], Makanya menurut Ibn-ul Manzhur syariat itu artinya sama dengan agama

Pengertian ad-din (agama) dalam pandangan Islam sangat berbeda dengan persepsi Barat, agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan.

kata addin disebutkan sebanyak 92 kali, yang meliputi pengertian penyerahan diri, pertaggungjawaban, fitrah untuk menyempurnakan tatanan hidup,tunduk dan patuh/taat. --> Q.S. Ali ‘Imran [3]: 19, Q.S. Az-Zumar [39]: 11-12), (Q.S. Al-Mukmin [40]:64-65), (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 83), (Q.S. Al-Infithar [82]: 17-19), al-Rum:30).dll

JADI SYARIAH ITU ADALAH AGAMA. AGAMA DALAM ISLAM MELIPUTI SELURUH KEHIDUPAN ( cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan) "KAFFAH" ....TIDAK SEPOTONG-SEPOTONG.

sangat tidak adil rasanya kalau membandingkan SYARIAH dengan UPAH, karena ia bukanlah kata yang sepadan. karena persoalan UPAH sebagian kecil sekali yg diurus oleh syariah itu sendiri.

UPAH / HARGA = tujuan ??....atau alat..
rasulullah saw, mendorong umatnnya untuk kaya (HARGA), para sahabat beliau adalah para praktisi ekonomi yg tidak terbantahkan dalam sejarah.
bahkan dari 10 sahabat beliau yang dijamin masuk syurga hanya ali bin abi talib yang tergolong miskin, 9 lainnya adalah orang2 kaya.

tapi mereka adalah orang2 besahaja, kesederhanaan adalah pilihan sadar mereka bukan karena mereka miskin. ITU KARENA MEREKA TIDAK MENJADIKAN "HARGA" MENJADI TUJUAN.
kedengaranya klise saudaraku... itu karena kita hidup dizaman yang membuat kita tidak merdeka......bahkan untuk berfikir merdeka saja sudah tidak sanggup, karena kita terbelenggu. belenggu itu haya bisa dilepaskan dengan dinnul islam karena islam itu adalah fitrah. berfikir merdeka adalah berfikir dalam fitrah.

Allohua'lam bisawab

Jumat, 15 Mei 2009

Wasiat-Wasiat Berharga Generasi Salaf

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga, di bawahnya banyak sungai mengalir; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-taubah : 100)

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta`ala memberi pujian kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Merekalah generasi terbaik yang dipilih oleh Allah sebagai pendamping nabi-Nya dalam mengemban risalah ilahi.

Pujian Allah tersebut, sudah cukup sebagai bukti keutamaan atau kelebihan mereka. Merekalah generasi salaf yang disebut sebagai generasi Rabbani yang selalu mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu `alaihiwa sallam.

Dengan menapak tilasi jejak merekalah, generasi akhir umat ini akan bisa meraih kembali masa keemasannya. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah, Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat generasi awalnya menjadi baik. Sungguh sebuah ucapan yang pantas ditulis dengan tinta emas. Jikalau umat ini mengambil generasi terbaik itu sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan niscaya kebahagiaan akan menyongsong mereka.

Dalam kesempatan kali ini, kami akan mengupas bagaimana para salaf menyucikan jiwa mereka, yang kami nukil dari petikan kata-kata mutiara dan hikmah yang sangat berguna bagi kita.

Salaf dan Tazkiyatun Nufus

Salah satu sisi ajaran agama yang tidak boleh terlupakan adalah tazkiyatun nufus (penyucian jiwa). Allah selalu menyebutan tazkiyatun nufus bersama dengan ilmu. Allah berfirman:

Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 151)

Artinya, ilmu itu bisa jadi bumerang bila tidak disertai dengan tazkiyatun nufus. Oleh sebab itu dapat kita temui dalam biografi ulama salaf tentang kezuhudan, keikhlasan, ketawadhu`an dan kebersihan jiwa mereka. Begitulah, mereka selalu saling mengingatkan tentang urgensi tazkiyatun nufus ini. Dari situ kita dapati ucapan-ucapan ulama salaf sangat menghunjam ke dalam hati dan penuh dengan hikmah.

Hamdun bin Ahmad pernah ditanya: Mengapa ucapan-ucapan para salaf lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita? beliau menjawab: Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan mencari ridha Ar-Rahman, sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia dan mencari ridha manusia!

Salaf dan Kegigihan Dalam Menuntut Ilmu

Imam Adz-Dzahabi berkata: "Ya`qub bin Ishaq Al-Harawi menceritakan dari Shalih bin Muhammad Al-Hafizh, bahwa ia mendengar Hisyam bin Ammar berkata:

“Saya datang menemui Imam Malik, lalu saya katakan kepadanya: “Sampaikanlah kepadaku beberapa hadits!” “Beliau berkata: Bacalah!”, “Tidak, namun tuanlah yang membacakannya kepadaku! jawabku.”“Bacalah!” kata Imam Malik lagi. Namun aku terus menyanggah beliau. Akhirnya ia berkata: “Hai pelayan, kemarilah! Bawalah orang ini dan pukul dia lima belas kali!”

Lalu pelayan itu membawaku dan memukulku lima belas cambukan. Kemudian ia membawaku kembali kepada beliau. Pelayan itu berkata: “Saya telah mencambuknya!”

Maka aku berkata kepada beliau: “Mengapa tuan menzhalimi diriku? tuan telah mencambukku lima belas kali tanpa ada kesalahan yang kuperbuat? Aku tidak sudi memaafkan tuan!” “Apa tebusannya?” tanya beliau.

“Tebusannya adalah tuan harus membacakan untukku sebanyak lima belas hadits!” jawabku. Maka beliaupun membacakan lima belas hadits untukku.

Lalu kukatakan kepada beliau: “Tuan boleh memukul saya lagi, asalkan tuan menambah hadits untukku!” Imam Malik hanya tertawa dan berkata: “Pergilah!” "

Salaf dan Keikhlasan

Generasi salaf adalah generasi yang sangat menjaga aktifitas hati. Seorang lelaki pernah bertanya kepada Tamim Ad-Daari tentang shalat malam beliau. Dengan marah ia berkata: Demi Allah satu rakaat yang kukerjakan di tengah malam secara tersembunyi, lebih kusukai daripada shalat semalam suntuk kemudian pagi harinya kuceritakan kepada orang-orang!

Ar-Rabi` bin Khaitsam berkata: Seluruh perbuatan yang tidak diniatkan mencari ridha Allah, maka perbuatan itu akan rusak!

Mereka tahu bahwa hanya dengan keikhlasan, manusia akan mengikuti, mendengarkan dan mencintai mereka. Imam Mujahid pernah berkata: Apabila seorang hamba menghadapkan hatinya kepada Allah, maka Allah akan menghadapkan hati manusia kepadanya.

Memang diakui, menjaga amalan hati sangat berat karena diri seakan-akan tidak mendapat bagian apapun darinya. Sahal bin Abdullah berkata: Tidak ada satu perkara yang lebih berat atas jiwa daripada niat ikhlas, karena ia (seakan-akan -red.) tidak mendapat bagian apapun darinya.

Sehingga Abu Sulaiman Ad-darani berkata: Beruntunglah bagi orang yang mengayunkan kaki selangkah, dia tidak mengharapkan kecuali mengharap ridha Allah!

Mereka juga sangat menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dapat merusak keikhlasan, seperti gila popularitas, gila kedudukan, suka dipuji dan diangkat-angkat.

Ayyub As-Sikhtiyaani berkata: Seorang hamba tidak dikatakan berlaku jujur jika ia masih suka popularitas. Yahya bin Muadz berkata: Tidak akan beruntung orang yang memiliki sifat gila kedudukan. Abu Utsman Sa`id bin Al-Haddad berkata: Tidak ada perkara yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian dan gila sanjungan.

Oleh karena itulah ulama salaf sangat mewasiatkan keikhlasan niat kepada murid-muridnya. Ar-Rabi` bin Shabih menuturkan: Suatu ketika, kami hadir dalam majelis Al-Hasan Al-Bashri, kala itu beliau tengah memberi wejangan. Tiba-tiba salah seorang hadirin menangis tersedu-sedu. Al-Hasan berkata kepadanya: Demi Allah, pada Hari Kiamat Allah akan menanyakan apa tujuan anda menangis pada saat ini!

Salaf dan Taubat

Setiap Bani Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat kepada Allah. Demikianlah yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih. Generasi salaf adalah orang yang terdepan dalam masalah ini!

`Aisyah berkata: Beruntunglah bagi orang yang buku catatan amalnya banyak diisi dengan istighfar. Al-Hasan Al-Bashri pernah berpesan: Perbanyaklah istighfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan dimana saja kalian berada! Karena kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan!

Tangis Generasi Salaf

Generasi salaf adalah generasi yang memiliki hati yang amat lembut. Sehingga hati mereka mudah tergugah dan menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Terlebih tatkala membaca ayat-ayat suci Al-Qur`an.

Ketika membaca firman Allah: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (QS. Al-Ahzab : 33) `Aisyah menangis tersedu-sedu hingga basahlah pakaiannya.

Demikian pula Ibnu Umar , ketika membaca ayat yang artinya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). (QS. Al-Hadid:16) Beliau menangis hingga tiada kuasa menahan tangisnya.

Ketika beliau membaca surat Al-Muthaffifin setelah sampai pada ayat yang artinya: Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam. (QS. Al-Muthaffifiin : 5-6) Beliau menangis dan bertambah keras tangis beliau sehingga tidak mampu meneruskan bacaannya.

Salaf dan Tawadhu`

Pernah disebut-sebut tentang tawadhu` di hadapan Al-Hasan Al-Bashri, namun beliau diam saja. Ketika orang-orang mendesaknya berbicara ia berkata kepada mereka: saya lihat kalian banyak bercerita tentang tawadhu`! Mereka berkata: Apa itu tawadhu` wahai Abu Sa`id? Beliau menjawab: Yaitu setiap kali ia keluar rumah dan bertemu seorang muslim ia selalu menyangka bahwa orang itu lebih baik daripada dirinya.

Ibnul Mubarak pernah ditanya tentang sebuah masalah di hadapan Sufyan bin Uyainah, ia berkata: Kami dilarang berbicara di hadapan orang-orang yang lebih senior dari kami.

Al-Fudhail bin Iyadh pernah ditanya: Apa itu tawadhu`? Ia menjawab: Yaitu engkau tunduk kepada kebenaran!

Mutharrif bin Abdillah berkata: Tidak ada seorangpun yang memujiku kecuali diriku merasa semakin kecil.

Salaf dan Sifat Santun

Pada suatu malam yang gelap Umar bin Abdul Aziz memasuki masjid. Ia melewati seorang lelaki yang tengah tidur nyenyak. Lelaki itu terbangun dan berkata: Apakah engkau gila! Umar menjawab: Tidak Namun para pengawal berusaha meringkus lelaki itu. Namun Umar bin Abdul Aziz mencegah mereka seraya berkata: Dia hanya bertanya: Apakah engkau gila! dan saya jawab: Tidak.

Seorang lelaki melapor kepada Wahab bin Munabbih: Sesungguhnya Fulan telah mencaci engkau! Ia menjawab: Kelihatannya setan tidak menemukan kurir selain engkau!

Salaf dan Sifat Zuhud

Yusuf bin Asbath pernah mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata: Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah makanan, minuman, harta dan pakaian. Namun ketika diberikan kekuasaan kepadanya maka iapun akan mempertahankan dan berani bermusuhan demi membelanya.

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang lelaki yang memiliki seribu dinar apakah termasuk zuhud? Beliau menjawab: Bisa saja, asalkan ia tidak terlalu gembira bila bertambah dan tidak terlalu bersedih jika berkurang.

Demikianlah beberapa petikan mutiara salaf yang insya Allah berguna bagi kita dalam menuju proses penyucian jiwa. Semoga Allah senantiasa memberi kita kekuatan dalam meniti jejak generasi salaf dalam setiap aspek kehidupan.

(diambil dari :belajar islam's Blog)

Sabtu, 02 Mei 2009

Nasihat yang Keras dan Kasar


Khalifah Harun ar-Rasyid mengajarkan kepada al-Ashma'i tentang prinsip-prinsip dan kaidah nahi munkar terhadap penguasa (pejabat).
Suatu ketika seorang da'i yang tidak mengetahui sedikit pun tentang prinsip- prinsip itu mendatangi khalifah dan menasihatinya dengan
kata-kata keras dan kasar. Meskipun ar-Rasyid menyenangi para ulama dan sering duduk-duduk bersama sambil mendengarkan nasihat mereka,
lain halnya dengan seorang yang satu ini.
Ar-Rasyid berkata kepadanya, "Cobalah engkau berbicara dengan baik dan objektif kepadaku."
Da'i itu menjawab, "Itu adalah yang paling minimal bagimu."
Ar-Rasyid, "Cobalah beritahu kepadaku siapa yang lebih jahat, aku atau Fir'aun?"
Sang da'i, "Fir'aun."

Ar-Rasyid, "Siapakah yang lebih baik, engkau atau Musa bin Imran?" Sang da'i, "Musa."
Ar-Rasyid, "Apakah engkau tidak tahu ketika Allah SWT mengutus Musa dan saudaranya Harun kepada Fir'aun? Allah berpesan kepada keduanya,
"Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."
Sang da'i, "Ya, aku tahu."

Ar-Rasyid, "Itu adalah Fir'aun yang penuh dengan kesombongan dan kezaliman, sementara engkau datang kepadaku dengan keadaan begitu. Aku melaksanakan kewajiban-kewajibanku terhadap Allah, aku hanya menyembah kepada Allah. Aku menaati hukum-hukum, perintah dan larangan-Nya, sedangkan engkau menasihatiku dengan nada yang keras dan kata-kata yang kasar tanpa tata krama dan akhlak. Engkau tidak akan aman dan selamat jika aku menangkapmu. Dan jika engkau telah menawarkan jiwamu, berarti engkau sudah tidak memerlukannya lagi." Sang da'i, "Aku telah bersalah, wahai Amirul Mukminin dan aku minta maaf." Ar-Rasyid, "Semoga Allah mengampunimu." Kemudian Khalifah memberinya uang dua puluh ribu dirham, tetapi sang da'i menolak menerimanya.

Dari Berbagai Sumber.....

Rabu, 22 April 2009

Sebab - Sebab Do'a tidak Diterima

Ketika Ibrahim bin Idham (seorang sufi) berada di tengah-tengah pasar Basrah, beliau telah dikerumuni oleh orang ramai. Di antara mereka ada yang bertanya: " Kenapakah doa kami tidak dimakbulkan Allah, sedangkan kami bermohon kepada-Nya?". Jawab Ibrahim : "Kerana hati mereka buta disebabkan sepuluh perkara:

  • Kamu mengenal Allah, tetapi kamu tidak menunaikan suruhan-Nya.
  • Kamu menyangka kamu cinta kepada Rasul Allah, tetapi kamu meninggalkan sunahnya.
  • Kamu telah membaca Al-Quran, tetapi kamu tidak beramal dengannya.
  • Kamu telah makan nikmat Allah, tetapi kamu tidak tunaikan syukur-Nya.
  • Kamu telah berkata syaitan itu musuh kamu, tetapi kamu tidak menentangnya.
  • Kamu telah berkata syurga itu benar, tetapi kamu tidak beramal untuknya.
  • Kamu berkata neraka itu benar, tetapi kamu tidak lari daripadanya.
  • Kamu berkata mati itu benar, tetapi kamu tidak bersedia untuknya.
  • Kamu bangun daripada tidur lalu kamu ceritakan segala keaiban manusia, tetapi kamu lupa keaiban diri sendiri.
Kamu kebumikan mayat-mayat kamu (sahabat-sahabatmu) tetapi kamu tidak mengambil iktibar daripada mereka.

Minggu, 19 April 2009

Pemilu oh Pemilu............!!


Kisruh DPT pemilu antara antara kenyataan dan dramatisir keadaan.
Namun yang pasti rakyat selalu menjadi kelompok yang termarjinalkan. orang - orang yang menamakan dirinya kelompok elit politik, memang kadang tak tau malu....
atas nama rakyat bertindak tanpa etika dan kebablasan, seolah mereka paling benar dan penuh topeng kemunafikan.
Wahai katanya "yang terhormat", berhentilah berbuat seolah - olah. Seolah olah baik, seolaha-olah membela rakyat, dan dengan segudang seolah olah lainnya...........

Malaikat-malaikat Pencabut Nyawa

Intisari Surat An Naziaat: Malaikat-malaikat Pencabut Nyawa

Al-Ikhwan.net

Disebut dengan An Naziaat, karena dimulai dengan ungkapan tersebut, artinya para malaikat yang mencabut nyawa anak-anak Adam. Adapun hubungan surat An Naziaat dengan surat An Naba’ sebelumnya adalah kesamaan tema di mana masing-masing sama-sama menegaskan akan terjadinya hari kebangkitan (Kiamat) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Ringkasan surat An Naziaat sebagai berikut:

1. (ayat:1-5) Pembukaan, di dalamnya Allah bersumpah dengan: (a) Malaikat yang mencabut ruh orang-orang kafir dengan keras, membuat orang-orang kafir itu tersiksa dan merasa sakit. (b) Malaikat yang mencabut nyawa orang-orang mukmin dengan lembut (c) Malaikat yang turun dari langit dengan cepat mendahului ruh-ruh orang mukmin menuju surga(d) Malaikat yang mengatur segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan penduduk bumi.

2. (ayat: 6-14) Allah menegaskan dengan sumpahnya bahwa Hari Kiamat pasti terjadi, dibuka dengan tiupan sangkakala, dan pada saat itu orang-orang kafir ketakutan, mereka menyesal mengapa selama di dunia tidak mentaati Allah. Mereka merasa rugi, telah membuang-buang waktu dalam pekerjaan tidak ada gunanya.

3. (ayat: 15-26) Allah menghibur Rasulullah dengan kisah Nabi Musa saat menghadapi Firaun. Supaya hatinya tidak sedih ketika melihat orang-orang Kafir Makkah tidak beriman dan mendustakan risalahnya. Pada kesempatan ini seakan Allah berfirman: Wahai Muhammad bukan hanya kamu yang ditolak dan dilawan oleh orang-orang kafir, Musa dulu juga pernah dilawan oleh Fir’aun. Dan Fir’aun perlawanannya lebih sadis lagi, karena tingkat kekafirannya telah mencapai puncak, perhatikan ia berkata ” Aku Tuhanmu yang paling tinggi”. Kisah ini juga bekal bagi para penerus perjuangan Rasulullah di setiap tempat dan zaman, sehingga ia tidak merasa sedih saat menghadapi tantangan.

4. (ayat: 27-33) Allah menyebutkan bukti-bukti kekuasaannya, agar tidak muncul lagi pribadi seperti Fir’aun yang mengingkari kebenaran. Dalam hal ini Allah menantang: buktikan mana lebih sulit menciptakan langit atau menciptakan kamu? Siapa yang mengangkat langit seluas ini tanpa tiang? Siapa yang mendatangkan malam dan siang? Seandainya semuanya malam apa yang akan terjadi pada kamu? Begitu juga sebaliknya? Siapa yang membuat bumi menghampar? Membuat gunung sebagai pasak sehingga bumi ini tegak dengan seimbang? Memancarkan air dan lain sebagainya? Siapa? Ayo jawab kamu atau Aku? Masihkah kau akan sombong? Merasa bisa segalanya. Lalu tidak mau beriman kapadaKu? Masihkah tidak percaya atas kemampuanku untuk membangkitkan kamu kembali setelah mati?

5. (ayat: 34-41) Allah menggambarkan bagaimana keadaan manusia pada saat Hari Kiamat tiba: Pada waktu itu manusia mulai mengingat masa lalunya ketika api neraka benar-benat ditampakkan didepan hidungnya. Masing-masing mulai siap-siap mempertanggungjawabkan sekecil apapun yang pernah ia lakukan selama di dunia. Sebab ternyata semua amal terdaftar secara rapi. Tidak ada amal sekecil atom atau lebih kecil lagi (baca: dzarrah) yang terlewatkan. Lalu Allah membagi manusia dua golongan: (a) golongan orang-orang yang dulunya tidak mau ikut ajaran Allah, tunduk pada hawa nafsu dan kepentingan dunia, mereka itu ahli neraka Jahim (b) golongan orang-orang yang dulunya taat kepada Allah dan menahan hawa nafsunya dari perbuatan maksiat, mereka itu penduduk surga.

6. (ayat: 42-46) Allah menutup surat ini dengan kisah perbuatan orang kafir Makkah yang mengejek Rasulullah dengan bertanya-tanya kapan Muhammad Hari kiamat yang kau janjikan akan terjadi? (Mirip dengan pembukaan surat An Naba’). Tapi Allah segera mengajarkan Rasulullah: wahai Muhammad itu bukan tugasmu menjawab mengenai waktu Kiamat, karena hanya Aku yang tahu. Tugasmu hanya menyampaikan risalah dan ajaran dariKu supaya mereka tahu bahwa Kiamat pasti dan pasti terjadi dalam sekejap dan dalam waktu yang sangat singkat, seperti perubahan dari waktu siang ke malam hari. []

Oleh : Dr. Amir Faishol Fath